
Foto : Abdi Purnomo/Abel (www.batikmono.com}
Mengalir jauh melintasi 17 kabupaten/kota, Sungai Brantas menjadi kebanggaan Jawa Timur. Konservasi Arboretum Sumber Brantas, Desa Tulungrejo, Kec. Bumiaji, Kota Batu pun menjadi ‘titik nol’ berbagai kisah sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo ini.
Memasuki kawasan Arboretum, suasana nyaman, hening dan hijau langsung tertangkap oleh semua indra. Wilayah di sebelah timur kaki gunung Anjasmoro itu tertata seolah bersekutu untuk melindungi sumber air yang menjadi pusat dari Sungai Brantas dari tangan-tangan tak bertanggung jawab.
Itulah sebagian gambaran suasana Arboretum Sumber Brantas. Berasal dari bahasa Latin arbor yang berarti pohon, dan retum yang berarti tempat. Jadi, arboretum adalah tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan, demikian seperti definisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Sayangnya, sejak 3-5 bulan lalu kawasan ini tertutup untuk umum. Bisa digunakan untuk penelitian dan lainnya asalkan ada ijin dari Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta (PJT) I sebagai pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas.
“Saat masih terbuka untuk umum, banyak pengunjung yang jahil merusak tanaman dan bunga di lokasi ini. Ada juga yang menggunakan untuk kegiatan yang tidak layak. Padahal lahan ini harus dijaga agar sumber air Brantas tidak terkontaminasi,” ujar Sunardi, sesepuh daerah Sumber Brantas sekaligus salah satu penjaga wilayah tersebut.
Di kawasan konservasi yang berjarak 18 kilometer di sebelah utara Kota Batu inilah ‘Titik Nol’ Sungai Brantas berada. Suasana hutan yang sangat rindang terhampar begitu memasuki kawasan Arboretrum dengan jalanan yang dipenuhi lumut. Setelah berjalan sekitar 500 meter dari pinyu masuk, ada lubang menyerupai sumur berdiamer 1 meteran. Airnya yang jernih berdebit 0,5 liter/detik ini mengucurkan diri. Sudah menjadi takdirnya, air tersebut terus mengalir melewati kanal menuju Kali Brantas bersama sumber mata air lain hingga bertemu di Selat Madura.
Tertulis jelas di papan biru dengan cat warna putih kalimat “From this site spring the water of the Brantas River”, yang berarti dari tempat inilah sumber air Sungai Brantas itu berasal. Hal ini juga ditungakan dalam SK Menteri Pekerjaan Umum No. 631 tahun 1986, tentang penetapan Sumber Brantas sebagi suaka alam dalam wilayah tata pengairan Sungai Brantas.
Sebelum bertemu di Selat Madura, air itu mengalir di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas seluas sekitar 11.800 km2 atau hampir setara dengan ¼ wilayah Jawa Timur seluas 47.157,72 Km2. Aliran air itu melintasi Kota Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Nah, di Mojokerto inilah aliran Sungai Brantas mulai membagi diri secara adil menjadi dua bagian. Satu cabang sungai mengalir ke Surabaya melewati Kali Mas, dan satu cabang sungai lainnya mengalir ke Kali Porong, Sidorajo, sebelum akhirnya keduanya berkumpul kembali di Selat Madura.

Sungai Brantas itu sendiri sebenarnya berasal dari puluhan sumber mata air. Namun, Arboretrum disebut sebagai titik 0 dari Sungai Brantas karena meski banyak sumber lain di sekitarnya, aliran yang mengalir di Arboretrum lebih konsisten sepanjang hari dengan debit air sekitar 2,5 liter/detik.
Mata air Sumber Brantas menjadi ikon Arboretum, selain pohon Pinus Parana yang ditanam oleh Roedjito Dwidjomestopo sekitar 14 tahun lalu, tepatnya pada 11 Juni 1992. Pohon Pinus Parana menjadi saksi hidup, atas partisipasi Indonesia dalam Konferensi Bumi di Rio De Janeiro, Brazil pada Juni 1992 lalu. Info ini terpajang di tanda pengenal pohon pinus itu.
Total ada sebanyak 3.200 pohon dari 37 jenis berbeda hidup di sekitar mata air sumber Brantas itu. Beberapa jenis pohon di antaranya termasuk dilindungi. Diantaranya Kayu Manis, Cempaka, Damar, Pohon Kenanga, Sikat Botol (Kalistemon), Kayu Putih (Malalenca Kajuputi), sampai Pohon Kukrup (Engelhardia Spicata) tersebar dilahan seluas 12 hektar itu.
Bikin Awet Muda
Konon, sebagian masyarakat percaya, bahwa mata air Sumber Brantas memiliki khasiat dapat membuat awet muda. Tak hanya itu, beberapa pihak yang memiliki keinginan/cita-cita banyak yang bersemedi/menyendiri di situ.“Mungkin karena tempatnya sepi, jadi kan enak ya untuk menyendiri,” tuturnya.
Diceritakannya,bahkan Sri Sultan pernah datang ke lokasi tersebut dan mengatakan bagi orang yang mau melakukan ritual orang Jawa yaitu mencari air dari 7 sumber, sudah cukup atau sama saja mengambil dari satu sumber, di Titik Nol tersebut.”Pernah ada orang Timor Leste 5 tahun lalu mengambil air di sini. Dia kapan hari ke sini lagi dan mengatakan kualitas air di sini sama seperti zamzam, karena tidak berlumut dan tidak berubah selama 5 tahun itu,” katanya.
Beberapa orang juga percaya, air sumber tersebut bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Tak sedikit juga yang mempercayai sumber air tersebut bisa membantu untuk meraih posisi dalam pemerintahan dan politik. “Penelitian juga banyak dilakukan, secara reguler teman-teman Unesa meneliti lumut di sini. Sebab menjadi bahan terbaik untuk kosmetik. Ada juga penelitian yang mengatakan bila spesies capung yang diduga telah punah, ternyata masih hidup di sini,” tutupnya. (*)