
Terselip di antara padatnya rumah penduduk, Candi Arimbi merupakan candi satu-satunya di Kabupaten Jombang yang menyimpan banyak cerita.
Siapa sangka, disela-sela permukiman yang berjejer rapat di Dusun Ngrimbi, Desa Pulosari, Kec. Bareng, Kab. Jombang ada peninggalan sejarah Majapahit, Candi Arimbi. Bangunan candi yang berada di lereng Gunung Anjasmoro itu konon merupakan pintu gerbang masuk kerajaan Majapahit yang berada di bagian Selatan. Namun ada beberapa sumber sejarah yang menyebut candi tersebut hanyalah petilasan dari tentara Majapahit.
“Candi Arimbi merupakan situs candi satu-satunya di Kabupaten Jombang. Tak hanya itu, istimewanya lagi candi ini dibangun dengan batu adesit, bukan batu bata merah seperti candi-candi di Mojokerto,” ujar Juru Pemelihara Candi, Sodim. Meski tetap ada batu bata merah yaitu dibagian paling bawahnya saja.
Sekilas Candi Arimbi atau juga disebut Candi Cungkup Pulo tidak jauh beda dengan sejumlah bangunan candi yang didirikan oleh kerajaan Majapahit. Dari sejumlah sumber sejarah, candi yang memiliki luas 896,56 meter persegi dan tinggi 10 meter, lebar 6 meter dan panjang 8 meter itu merupakan representasi dari Prabu Tribuwana Wijaya Tungga Dewi.
Tribuwana Tunggadewi sendiri merupakan Raja Majapahit yang memerintah pada tahun 1328-1350 Masehi. Representasi Prabu Tribuwana Tunggadewi itu terukir dalam sebuah arca Purwati yang berada di pusat candi. Arca tersebut saat ini tidak berada di dalam candi, tapi tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Nuansa agama Hindu sangat kental dengan adanya sejumlah arca yang berada di pelataran candi. Candi yang terbuat dari Batu Andesit itu secara jelas menampilkan ciri khas masyarakat penganut agama Hindu.
Dengan berlatar belakan perkebunan masyarakat, Candi Arimbi menghadap ke barat. Hal itu terihat dari tangga masuk candi. Nama Arimbi sendiri merupakan nama salah satu tokoh pewayangan Mahabarata yakni Dewi Arimbi yang merupakan istri dari Prabu Bima Sena atau Werkodoro, salah satu Pendawa Lima.
Nama Dewi Arimbi ini juga dijadikan nama dusun tersebut. Konon, Dewi Arimbi yang merupakan adik dari Raja Raksasa Prabu Arimbo ini dimakamkan di salah satu tempat di dusun tersebut, sehingga nama dusun ini dinamakan sebagai Dusun Ngrimbi.
Sumber lain menyebutkan bahwa candi tersebut merupakan petilasan tempat peristirahatan anggota kerajaan Majapahit. Pendapat tersebut bisa jadi benar sebab, suasana yang sejuk di tempat tersebut memberikan kenyamanan bagi anggota kerajaan ketika berada di lerang gunung.
Relief Pasangan Dalam Genthong

Hingga saat ini, Candi Arimbi masih kokoh berdiri meski belum pernah ada pemugaran. Separuh lebih dari tubuh dan atap candi telah hancur, seolah teriris secara vertikal, namun bagian kaki masih dapat dikatakan utuh. Kaki candi tampak seperti bersusun dua, terbagi oleh pelipit yang menonjol keluar. Bagian kaki yang terletak di atas pelipit agak menjorok ke dalam sehingga ukurannya menjadi kebih kecil dibandingkan dengan kaki bagian bawah. Antara kaki bagian atas dengan tubuh candi juga dibatasi oleh pelipit dengan hiasan yang menonjol keluar di setiap sudutnya.
Tubuh candi juga lebih kecil dibandingkan dengan bagian kakinya, sehingga terlihat seperti terdapat selasar yang mengelilinginya. Akan tetapi saat ini, sebagaimana halnya sebagian atap dan tubuh candi, tangga naik ke selasar juga sudah runtuh, sehingga hanya selasar di sisi selatan yang dapat terlihat dari bawah.
Pada kaki bagian atas maupun dinding luar tubuh candi yang masih tersisa tidak tampak adanya pahatan. Akan tetapi, di seputar kaki candi bagian bawah dipenuhi oleh jajaran panel-panel relief cerita-cerita binatang. Relief yang dipahat dengan teknik datar (wayang style) yang sangat indah dan halus tersebut dapat dikatakan masih utuh. Untuk membacanya digunakan teknik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), dimulai dari sisi utara.
Pada dinding Candi Arimbi sisi utara terdapat terdapat 17 bidang relief. Salah satunya relief sepasang pengantin yang berada di dalam gentong. Ada pula relief sepasang pria dan wanita. Pria sedang mencangkul, sedang yang wanita membawa payung.
Pada kaki sisi timur, juga dihiasi 17 bidang relief cerita binatang dan kegiatan keagamaan. Sedangkan pada sisi selatan terdapat 8 buah bidang relief. Selain itu, terdapat ukiran relief sosok binatang yang digambarkan berbeda-beda dan sangat menarik.
Sebagian besar posisi binatang itu digambarkan menghadap ke kanan dan kiri secara bergantian. Namun ada juga yang sama arah hadapnya pada dua relief sela yang berdekatan. ”Memang seperti kelinci itu banyak muncul pada relief Candi Arimbi,” lanjutnya.
Di tepi halaman terdapat batu-batu reruntuhan candi yang disusun rapi memagari candi.”Dulu ada beberapa batu yang di bawa pulang ke rumah warga. Sekarang sudah dikembalikan ke sini,” katanya.
Di sisi timur, tepat di depan candi berjajar 3 potongan arca yang menarik perhatian karena ukurannya yang sangat besar. Tinggi masing-masing potongan sekitar 125 cm. Yang terletak di tengah jajaran adalah potongan kepala arca raksasa, sedangkan di kiri dan kanannya terdapat potongan arca yang tampak seperti bagian dada sebatas leher.
“Kami membersihkan secara manual dengan sapu lidi dan peralatan lain. Pada saat musim hujan, dilakukan tiap hari karena lumut cepat sekali tumbuh,” katanya.
Tapi di sisi lain, daya tarik Candi Arimbi seolah-olah tertutup oleh minimnya fasilitas pendukung. Dari lahan parkir saja, hanya muat satu mobil itupun tepat berada di halaman rumah penduduk. “Kanan kiri dan belakang semua lahan milik warga. Jadi sulit mengembangkan fasilitas. Pengunjunganya sedikit kalau dibanding lokasi wisata sekitar, hanya sekitar 100 orang/bulan,” ujarnya. (dya)