
“Jagalah alam, maka alam akan merawatmu,” ujar Karsi Nerro, peraih Kalpataru Kategori Penyelamat Lingkungan asal Tulungagung. Akibat ‘kegilaannya’ menanam pohon di sekitar Telaga Buret yang rusak oleh pembalakan liar, kini warga di 4 desa sekitarnya tak pernah merasakan paceklik.
Tinggal di Desa Sawo, Campur Darat, Tulungagung membuat Karsi muda sangat dekat dengan alam. Apalagi tak jauh dari rumahnya ada Telaga Buret yang menjadi sumber air bersih warga sekitar. Pohon-pohon yang tumbuh rapat menciptakan hutan yang menjadi habitat monyet, rusa dan berbagai binatang lainnya.
Sayangnya keasrian itu hanya bisa dinikmati Karsi sebentar saja. Sebab sekitar tahun 90-an saat dia duduk di bangku SMP, berlahan tapi pasti lingkungan di sekitar Telaga Buret rusak oleh ulah manusia. “Saat itu pencurian kayu sangat marak. Debit air di Telaga Buret pun berkurang. Binatang-binatang juga menghilang. Ada yang diburu, ada yang lari ke hutan. Belum lagi aktivitas perajin marmer yang juga memanfaatkan air dari telaga dilakukan tanpa aturan sehingga menambah kerusakan lingkungan,” katanya.
Karsi yang saat itu masih usia belasan tahun mengaku resah dengan kondisi tersebut. Namun sebagai remaja dia belum tahu apa yang harus dikerjakan. Langkah-langkah kecil tetap dilakukan oleh Karsi dan teman-teman pecinta alamnya. Saat libur sekolah dia bersama beberapa temannya pergi ke pasar buah di Kota Tulungagung untuk mengumpulkan biji-bijian. Setelah terkumpul, dibawa ke sekitar Telaga Buret untuk disebar. “Saat itu dipikiran kita, yang penting disebar. Kalau tumbuh ya syukur kalau tidak ya cari lagi,” katanya. Secara massif mereka pun melakukan penghijauan, meski banyak orang sekitar yang mencibir dan menyebut Karsi dan teman-temannya ‘gila’.
Dikatakannya, perusakan ekosistem di Telaga Buret juga terjadi akibat kemajuan jaman yang menghilangkan rasa hormat penduduk terhadap tempat yang disakralkan. “Dulu Telaga Buret ini dianggap sebagai tempat spiritual, sehingga kesan mistis dan aturan adatnya masih dipegang teguh. Misal kalau menebang pohon di sini bisa kena musibah. Tapi seiring kemajuan jaman, aturan-aturan itu sudah luntur dan tidak diyakini,” katanya.
Tak mau berpangku tangan, Karsi pun terus mencari tahu mengenai cara melindungi Telaga Buret. Hingga suatu saat ketika diskusi dengan beberapa pemangku kepentingan dia mengerti bila telaga masuk dalam aturan Kawasan Perlindungan Setempat (KPS). “Saat saya dewasa saya mulai paham KPS, itu semacam hutan lindung yang mana wilayah dalam radius 250 meter tidak boleh diganggu. Daris situ kami dalam tanda kutip mulai menakut-nakuti penebang liar dengan aturan tersebut,” katanya.
Tak hanya mengembalikan pohon-pohon di hutan, salah satu perjuangan terberatnya adalah mengembalikan binatang-binatang agar ada di sekitar Telaga Buret lagi. Butuh waktu selama 9 tahun, Karsi bersama teman-temannya membawa kembali monyet yang sempat hilang dari habitat Telaga Buret. “Setiap hari kami menyebar kacang dan pisang. Awalnya di tengah hutan yang jauh dari Telaga Buret, tiap hari maju beberapa meter mendekati telaga. Alhamdulillah sekarang monyet-monyet sudah kembali ke Telaga Buret,” katanya.
Tak hanya itu, kini pihaknya juga sudah memetakan zona mana yang digunakan untuk melindungi air sehingga benar-benar tidak boleh dilakukan penebangan pohon dan penggalian batu. Ada juga zona yang bisa digunakan untuk penggalian batu dan pemrosesan marmer. “Kini 700 hektar sawah di desa Sawo, Gedangan, Gamping dan Ngentrong dialiari air dari Telaga Buret. Petani bisa panen 2 kali setahun, bahkan ada yang sampai 3 kali,” katanya.
Melihat hasil nyata tersebut, warga sekitar dan Pemkab Tulungagung pun meningkatkan kepeduliannya terhadap Telaga Buret. Mulai tahun 2003 mulai ada bantuan benih dan berbagai kegiatan reboisasi. Di Tahun 2012, Karsi mulai mendapat penghargaan juara 1, penggiat lingkungan di tingkat kabupaten dan provinsi. “Tahun 2014 mulai masuk penghargaan nasional, meski baru nominasi 10 besar. Dan tahun 2018 saya mewakili Hampar mendapatkan Kalpataru,” katanya.Bagi dia dan teman-teman pecinta lingkungan, penghargaan bukan tujuan utama. Sebab, yang menjadi harapan besarnya adalah terjaganya lingkungan bagi anak cucunya nanti. (dya,ist)