
Anggota legislatif asal Jawa Timur (Jatim) menduduki 15% dari total kursi di DPR RI. Sebagai wakil rakyat, mereka diingatkan meningkatkan komunikasi untuk terus menjaring aspirasi warga.
Dari 575 orang anggota DPR RI periode 2019-2024, 87 orang diantaranya berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Jatim. Banyak hal-hal yang harus diperbaiki dari para wakil rakyat ini agar aspirasi warga tersampaiakan dengan baik.
Menurut pengamat politik komunikasi politik dari Unair Surabaya, Suko Widodo ada catatan penting bagi anggota DPR-RI dari Jatim yang dilantik.Pertama, kualitas ke-Public Relations (PR) dengan rakyat Jatim harus diperkuat, khususnya komunikasi politik dan public outreach (jangkauan dengan publik harus terukur).
“Sejauh ini, anggota dewan kurang memperhatikan dengan baik masalah ke PR- an. Mereka kebanyakan hanya berpromo politik. Akibatnya, kebingungan ketika pemilihan,” ujar Suko Widodo saat dikonfirmasi Rabu (2/10).
Kedua, di era disrupsi, pola komunikasi politik juga berubah. “Saran saya, anggota dewan dapat mengelola komunikasi politik berbasis TI. Karena itu harus punya web resmi untuk sediakan info yang telah dilakukan dan sekaligus sarana mengabsourd pendapat masyarakat,” jelas dosen murah senyum ini.“Web sebagai ruang komunikasi baru, Harus dikelola dengan profesional. Guna memfasilitasi generasi milenial dan warga biasa yang sudah berteknologi informasi,” tambahnya.
Selain itu, anggota dewan juga harus banyak mengupdate informasi dari warga. Oleh karena itu, kata Suko kehadiran medsos menjadi sarana yang memudahkan warga untuk memantau, menilai dan bisa menghakimi eksistensi anggota dewan.
“Maka sekali lagi, pengelolaan PR anggota dewan harus lebih bagus. Tujuannya, untuk menjaga reputasi dan merawat hubungan dengan warga konstituennya,” pungkas Suko Widodo.
Seperti diketahui, anggota DPR RI telah dilantik dan diambil sumpah dan janji jabatan di Gedung Senayan Jakarta, pada Selasa (1/10) pagi.
Berdasarkan laporan SCG Research and Consulting, 87 kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI daerah pemilihan (dapil) Provinsi Jawa Timur ditempati oleh sembilan partai politik, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai NasDem, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PDIP dan PKB mendapatkan kursi paling banyak. 20 kursi untuk PDIP dan 19 kursi untuk PKB.
Sementara itu, Partai Gerindra dan Partai Golkar memperoleh 11 kursi. Partai NasDem 9 kursi, Partai Demokrat 7 kursi, PAN 5 kursi, PPP 3 kursi, dan PKS 2 kursi. Pembagian kursi ini didasarkan atas hasil rekapitulasi suara yang dimuat dalam formulir DC1 Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur.
Keterwakilan Perempuan
Masih menurut laporan SCG Research and Consulting, hanya 19 perempuan terpilih. Sehingga, wakil rakyat dari Jatim mayoritas adalah laki-laki sekitar 68 orang. Dengan demikian, persentase perempuan di DPR RI dari dapil Jawa Timur yakni 27,94 persen. PDIP dan PKB merupakan dua partai dengan perempuan caleg terpilih terbanyak, dengan masing-masing 7 orang. Partai Gerindra yang mendapatkan 11 kursi, tak ada satu pun diantaranya yang perempuan. Adapun dari Partai Golkar yang juga mendapatkan 11 kursi, 2 caleg terpilih merupakan perempuan.
Seperti diketahui, ada kebijakan kuota 30% perempuan sejak tahun 2004, dalam pencalonan di Pemilu. Sayangnya ini belum efektif meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengusulkan adanya evaluasi kebijakan kuota 30% perempuan di pemilu. Semisal dengan menambahkan poin penempatan caleg perempuan di nomor urut 1 pada 30% daerah pemilihan. Sebab, hasil pemilu dari 2009 hingga 2019 menunjukkan anggota DPR terpilih berasal dari nomor urut 1.
"Ambang batas parlemen itu, juga ikut mempengaruhi bagaimana pola strategi partai yang ternyata juga ikut berpengaruh terhadap caleg-caleg perempuan," jelas Titi.
Terkait ambang batas parlemen 4% , Titi menjelaskan kebijakan tersebut kerap memaksa partai untuk mengambil langkah praktis. Semisal memilih caleg dari orang-orang lokal yang kuat untuk mendulang suara. Pantauan Perludem langkah praktis ini, sebagian besar berdampak pada tergesernya keterpilihan perempuan di DPR.(ist) ARTIKEL LENGKAP LENTERA TODAY, KLIK WWW.LENTERA.TV