
Surabaya-Seminar Nasional yang digelar Di Universitas Surabaya pada Kamis (15/8) berjudul “Surat ijo : Janji dan Harapan”. Kegiatan ini juga mebahas tentang kesenjangan regulasi pertanahan antara Perda Pemkot Surabaya dengan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Acara ini digelar untuk memfasilitasi masyarakat pemegang kartu ijo agar bisa berdiskusi dan memperjuangkan nasib mereka.
Surat ijo muncul sekitar tahun 2001. yang disebut tanah berstatus surat ijo adalah tanah aset milik pemerintah kota yang dialih fungsikan menjadi lahan bangunan/rumah warga ataupun untuk lahan usaha lain dimana si pengguna lahan tersebut harus membayar RETRIBUSI kepada pemerintah kota setempat.
Seminar ini dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi antaranya Zainudin Amali , Ketua Komisi II DPR RI; Jamhadi, pengusaha sekaligus Mantan Ketua Kadin Surabaya; Sudiman Sidabukke, dosen Fakultas Hukum Ubaya yang juga menjabat sebagai pengacara serta Sukaryanto sebagai dosen Unair.
Menurut Jamhadi melalui kacamata pelaku usaha, jika tanah surat ijo itu bisa dijadikan Sertifikat Hak Milik (SHM) bisa meningkatkan perekonomian rakyat karena bisa digunakan sebagai modal usaha.“Saya melihat dari sudat pandang Kadin, bahwasanya jika surat ijo bisa jadikan SHM. Artinya pemegang sertifikat tersebut bisa menambah modal usaha, misalnya memudahkan pencarian dana ke bank,”ujarnya
Setidaknya ada 47.825 persil tanah surat ijo di Surabaya dilihat dari data juni 2019 data dari ubaya. Sampai detik ini permasalahan tak kunjung tuntas tanah yang seharusnya sudah bisa dijadikan SHM terjanggal karena surat ijo. Pemkot Surabaya tetap bersihkukuh bila lahan surat ijo adalah aset pemkot.
Menurut Sudiman Sidobukke para pemegang kartu hijau harus mengetahui tanah yang mereka tempat masih berstatus tanah partikelir atau tanah ekendo. Tanah partikelir harusnya sudah dihapuskan oleh UU no 1 tahun 1958. Jika tanah ekendo hak-hak itu selesai pada tahun 28 Desember 1980, maka tanah itu akan dikonversi akan milik negara.
“Dilihat dulu apakah itu tanah partikelir atau tanah ekendo. Tetapi kalau bapak ibu sudah menempati tanah tersebut sebelumnya harusnya bisa dijadikan SHM, tetapi masalahanya adalah masih terganjal surat ijo,” ujar Sudiman Sidobukke
Regulasi Surat Izin Pemakaian Tanah (IPT) atau biasa disebut Surat Ijo telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang (UU). Pertama, UU No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), Permendagri No 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Keempat, Peraturan Daerah No 13 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana telah diubah menjadi Perda No 2 Tahun 2013. Kelima, Peraturan Daerah No 16 tahun 2014 Tentang Pelepasan Tanah Aset Pemkot Surabaya. Keenam Peraturan Daerah Kota Surabaya No 3 Tahun 2016 Tentang Izin Pemakaian Tanah.(Ard/Ace)