
Surabaya - Wacana Presiden RI Joko Widodo membentuk undang undang baru dengan menyatukan 79 undang undang yang mencakup 1.244 pasal atau dikenal sebagai Omnibus Law dianggap sebagai gagasan atau ide baru. Lepas dari itu, wacana tersebut juga ditanggapi pro dan kontra dari berbagai kalangan.
Dalam pandangan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga, Ekawestri Prajwalita Widiati, SH, LL.M. Omnibus Law merupakan teknik perancangan yang menggabungkan beberapa perundang-undangan dalam satu paket dengan tujuan untuk meningkatkan aksesibilitas peraturan perundang-undangan. Produk hukum tersebut memiliki bentuk yang sama dengan UU lainnya.
“Pendekatan seperti ini relatif baru mengingat sebelumnya perancangan kita sangat sektoral,” ungkapnya.
Wiwid, sapaan karibnya, menambahkan dengan banyaknya produk hukum di Indonesia yang mencapai 65 ribuan sangat membutuhkan reformasi regulasi agar mendorong kepastian hukum dan efektifitas dalam pembangunan dan bukan sebaliknya. Produk hukum sektoral yang sudah terjadi sejak zaman Belanda ini cenderung bukan mempermudah penegakannya.
Wiwid mengungkapkan pelaksanaan Omnibus Law yang banyak diterapkan di negara bersistem hukum common law telah berhasil memangkas jumlah peraturan dengan menggabungkan banyak aturan, sehingga secara konsisten diterapkan sebagai salah satu kebijakan reformasi hukum.
“Penolakan ide Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja yang ada di masyarakat karena secara substantif masih belum memihak para kaum pekerja," ujarnya.
Ia juga menambahkan belum ada penjelasan tentang hapusnya sanksi pidana bagi perusahaan di RUU tersebut, padahal jenis sanksi itu dikenal di UU Ketenagakerjaan. Pekerja menginginkan kepastian hukum atas aturan baru yg akan menggantikan aturan lama.
Terlepas dari permasalahan itu semua, Wiwid berpendapat Omnibus Law juga merupakan tantangan bagi pembentuk UU karena jumlah pasalnya yang sangat banyak. Jelas hal itu menuntut konsistensi dan kerja ekstra. Pemerintah dan masyarakat perlu bersinergi dalam mewujudkan penegakan hukum yang mampu mendorong adanya kesadaran dalam masyarakat.
Terakhir, Ia pendapatnya dengan menyatakan bahwa Omnibus Law dapat memecah permasalahan penegakan hukum yang ada di Indonesia ditunnjang dengan pendangannya terkait dampak dari Omnibus Law. Diantara dampak itu yakni tuntutan seperti hukum pidana dan perdata mampu dipertegas dalam Omnibus Law. (hms/ufi)