
Blitar - Puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) melakukan aksi menolak parkir berlangganan di wilayah Kabupaten Blitar, bahkan berencana melakukan gugatan parkir berlangganan dan mengembalikan uang restribusi yang terlanjur dibayarkan masyarakat. Penolakan ini disampaikan dalam aksi yang digelar puluhan masa GPI di Alun - alun Kota Blitar tepat di depan Kantor Walikota Blitar, Kamis (5/12).
Disampaikan Ketua GPI, Joko Prasetya, jika mengacu pada Perda No 23 Tahun 20011 tentang restribusi jasa umum diantaranya tentang parkir berlangganan pada pasal 50 jelas disebutkan tidak bersifat wajib. "Tapi kenyataanya, parkir berlangganan ditarik otomatis bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan tiap tahunnya. Sehingga restribusi parkir berlangganan menjadi wajib," tutur Joko.
Dijelaskan Joko, jika hasil hearing sebelumnya bersama DPRD Kabupaten Blitar dan Dishub hanya disepakati akan mengkaji ulang perda tersebut, pihaknya mendesak agar segera dicabut dan diganti dengan sistem yang adil dan tidak merugikan masyarakat. "Karena kondisi di lapangan tidak ada kejelasan lokasi parkir berlangganan, sehingga pemilik kendaraan terap ditarik parkir," jelasnya.
Oleh karena itu Joko menegaskan akan menempuh jalur hukum menggugat perda parkir berlangganan dan meminta agar uang masyarakat yang terlanjur membayar restribusi parkir berlangganan dikembalikan. "Sejak diberlakukannya restribusi parkir tahun 2006 sampai sekarang, karena jelas tidak ada manfaatnya bagi pembayar restribusi. Bukan hanya direvisi, tapi dicabut," tegasnya.
Jika dikalkulasi jumlah restribusi parkir berlangganan sejak tahun 2006 sesuai perda No 1 tentang restribusi parkir dan dirubah perda no 23 tahun 2011 tentang retribusi jasa umum, sudah berjalan 13 tahun dengan target pendapatan mencapai miliaran rupiah per tahun. Seperti tahun 2019 ini, targetnya sekitar Rp 7 miliar maka totalnya mencapai puluhan miliar.
Hal ini mengacu pada kasus serupa yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo, dimana gugatan terhadap parkir berlangganan berakhir dengan kesepakatan mengganti parkir berlangganan dengan sistem baru dan mengembalikan uang masyarakat yang terlanjur dibayarkan.
Secara terpisah pihak Pemkab Blitar dalam hal ini Dinas Perhubungan Kabupaten Blitar melalui Sekretaris, Sri Wahyuni mengatakan jika pihaknya memang tidak bisa seratus persen mengawasi jukir yang jumlahnya 116 orang tanpa bantuan masyarakat. "Pembinaan juga terus kami lakukan, meskipun tidak maksim karena keterbatasan tenaga," kata Sri.
Terkait desakan pencabutan perda parkir berlanggaan, Sri mengaku memang sesuai hasil pembahasan dengan dewan akan dikaji ulang dan masuk dalam propemda 2020. "Jadi kami akan mengikuti apa yang direkomendasikan oleh dewan," pungkasnya. (ais)