
SURABAYA (Lentera) - Isnaini, jemaah haji kloter SUB 32 merasa bersyukur telah tiba di tanah air dengan sehat walfiat pada Sabtu (21/6/2025). Ia dan rombongannya tiba di Asrama Haji Surabaya pada pukul 03.15 WIB. Jemaah haji asal Jenggawah, Kabupaten Jember ini tiba bersama bapak mertua, Asmuni.
“Seharusnya kami dapat berangkat haji bertiga, bersama suami dan ayah mertua. Hanya saja, setelah 3 hari membayar pelunasan biaya haji, kalau tidak salah saat itu 3 hari menjelang bulan Ramadan, suami meninggal,” terang wanita 50 tahun, dengan mata berkaca-kaca, seperti dalam keterangan yang diterima Selasa (24/6/2025).
Bagi Isnaini, kepergian suaminya saat itu sungguh mendadak dan sangat mengejutkan seluruh anggota keluarganya. Betapa tidak, sang suami masih aktif bekerja di sawah seperti biasanya, selain itu terlihat sehat dan baik baik saja. Menurutnya, sang suami juga tidak memiliki riwayat penyakit bawaan.
“Yang punya riwayat penyakit itu saya, saya ada hipertensi. Suami saya, sepengetahuan saya, sehat-sehat saja, sangat sehat malah,” tutur wanita yang sehar-hari sebagai ibu rumah tangga ini.
Dia mengenang, pada siang hari sebelum meninggal dunia, ia bersama suami dan anak-anak masih sempat bercanda di rumah. Namun, suami tiba-tiba sore harinya dia meninggal mendadak. “Dari hasil pemeriksaan, katanya serangan jantung,” ceritanya.
Kepergian suaminya yang mendadak setelah pelunasan biaya haji sangat menggoncang jiwanya. “Saya sempat bimbang, jadi berangkat haji atau tidak. Setelah dipertimbangkan lebih dalam. Kami juga sudah 13 tahun menunggu setelah mendaftar bersama tahun 2012, saya menguatkan diri untuk lanjut berangkat haji. Sementara untuk suami saya, tidak kami alihkan, tetapi kami putuskan dibatalkan,” terangnya.
Selama di Tanah Suci, Isnaini bersyukur karena ia bisa menginap di lantai yang sama dengan mertuanya. “Alhamdulillah, ayah mertua meskipun sudah berusia 75 tahun, masih sangat sehat. Beliau tidak memerlukan kursi roda dan dapat berjalan sendiri tanpa dibantu,” tuturnya.
Ia mengenang ketika akan beranjak dari Musdalifah menuju Mina, dia memutuskan berjalan kaki. “Bus itu ada, tetapi karena situasinya sangat ramai, bisnya macet dan harus menunggu lama, saya dan rombongan memutuskan berjalan kaki supaya tidak terlambat sampai Mina,” kenangnya.
Meskipun berjalan kaki, namun dia merasa senang bisa berjalan bersama-sama dengan para jemaah yang lain. “Ketika rangkaian Armusna selesai, kami kembali ke hotel, eh saya malah teringat terus suasana di Mina maupun ketika kami melontar jumrah di Jamarat. Sangat dirindukan segala kebersamaan dan kekompakan bersama teman-teman rombongan meskipun situasinya saat itu luar biasa padat dan ramai,” tuturnya.
Ada satu pengalaman yang tak terlupa ketika di Jabal Rahmah, Padang Arafah. “Saat itu saya melihat seseorang yang mirip sekali suami. Saya coba mendekati, tetapi saya cari-cari, orang yang mirip suami tersebut sudah tidak ada,” jelasnya.
Isnaini menceritakan selama di Tanah Suci, ia memohonkan doa semoga dosa-dosanya beserta almarhum suami dan keluarganya mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
“Saya juga berdoa semoga kami dikaruniakan anak-anak yang sholih dan bisa kembali ke Tanah Suci bersama keluarga tercinta,” harapnya.
Allohumma aamiin. (*)
Reporter : Lutfi
Editor : Lutfiyu Handi