
JAKARTA (Lentera) - CEO OpenAI dan pencipta ChatGPT, Sam Altman, mengungkap pandangannya terkait kemampuan AI dalam pengembangan perangkat lunak. Ia menyebut bahwa asisten coding berbasis AI saat ini masih setara dengan "anak magang", namun memprediksi bahwa kemampuannya akan berkembang pesat hingga mampu menyaingi para insinyur berpengalaman dalam waktu dekat.
Dalam ajang Snowflake Summit 2025 yang digelar di San Francisco, California, AS, Altman menjelaskan bahwa layaknya seorang magang yang awalnya hanya mampu bekerja beberapa jam, AI juga akan berkembang secara bertahap hingga mampu menyamai kemampuan insinyur perangkat lunak senior.
"Saat ini (AI coding assistant) seperti pekerja magang yang dapat bekerja selama beberapa jam, tetapi pada titik tertentu ia akan menjadi seperti software engineer berpengalaman yang dapat bekerja selama beberapa hari," kata Sam Altman, CEO OpenAI.
Komentarnya menggarisbawahi dampak transformatif AI terhadap industri teknologi, terutama pada peran yang terkait dengan coding atau bahasa pemrograman.
Altman juga memprediksi, pada tahun depan, kita mungkin mulai melihat agentic AI yang mampu memecahkan masalah bisnis yang rumit dan bahkan menemukan pengetahuan baru.
Agentic AI bidang coding assistant mengacu pada masa depan di mana sistem AI dapat bekerja secara independen dan menangani tantangan coding yang rumit, merancang arsitektur perangkat lunak yang rumit, dan juga berkontribusi pada keputusan pengembangan strategis dengan intervensi manusia yang lebih sedikit.
Bagi para software engineer, visi Sam Altman menandakan adanya pergeseran dalam peran mereka. Alih-alih melakukan coding rutin, para insinyur perangkat lunak harus meningkatkan bidang keahlian mereka dan berfokus pada hal-hal seperti mengelola proyek-proyek AI yang kompleks, memastikan penerapan AI yang etis, dan berinovasi pada kemampuan AI saat ini.
Komentar Altman muncul di tengah meningkatnya perdebatan mengenai dampak AI terhadap ketenagakerjaan.
Baru-baru ini, CEO Anthropic, Dario Amodei, memperingatkan bahwa artificial intelligence dapat menghilangkan 50% pekerjaan kerah putih tingkat pemula dalam lima tahun ke depan, yang berpotensi meningkatkan pengangguran di AS hingga 20%. Hal ini disampaikan Amodei dalam sebuah wawancara kepada media Axios.
Prediksi yang mengejutkan ini muncul seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi AI, dengan sektor-sektor seperti teknologi, keuangan, hukum, dan konsultasi menghadapi gangguan terbesar, atau disrupsi.
"Kami, sebagai produsen teknologi ini, memiliki tugas dan kewajiban untuk bersikap jujur tentang apa yang akan terjadi," kata Dario Amodei, CEO Anthropic.
CEO berusia 42 tahun itu menekankan bahwa sebagian besar orang masih belum menyadari transformasi yang akan terjadi, menyebutnya sebagai kenyataan yang "terdengar gila, dan orang-orang tidak mempercayainya."
CEO Nvidia, Jenseng Huang, menyatakan ketidaksetujuannya yang tajam dengan prediksi CEO Anthropic, Dario Amodei, tentang otomatisasi pekerjaan yang digerakkan oleh AI selama jumpa pers di Viva Technology di Paris pada pertengahan Juli 2025.
Huang secara khusus menantang klaim Amodei baru-baru ini bahwa AI dapat menghilangkan hingga 50% pekerjaan kerah putih tingkat pemula dalam waktu lima tahun, menepis anggapan tersebut sebagai sesuatu yang terlalu meningkatkan kekhawatiran publik.
“Saya sangat tidak setuju dengan hampir semua yang dikatakan [Amodei],” kata Huang, mengkritik tiga poin penting yang dikaitkannya dengan Amodei: bahwa AI sangat berbahaya sehingga hanya beberapa orang terpilih yang boleh mengembangkannya, bahwa AI terlalu mahal untuk dikembangkan secara luas, dan bahwa kekuatannya akan menyebabkan hilangnya banyak pekerjaan.
“Jika Anda ingin segala sesuatunya dilakukan dengan aman dan bertanggung jawab, lakukanlah secara terbuka... Jangan melakukannya di ruangan gelap dan katakan kepada saya bahwa itu aman,” imbuh Jensen Huang, yang mengadvokasi pengembangan AI yang transparan dan kolaboratif.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber