
Lebaran kali ini, bagi umat Islam di Australia, menjadi tantangan tersendiri karena adanya pembatasan sosial terkait COVID-19.
Untung saja di Melbourne saat ini sudah diperbolehkan untuk menerima tamu di dalam rumah maksimal hingga lima orang untuk sekali bertamu.
Pasalnya, inti perayaan lebaran, apalagi bagi warga asal Indonesia, adalah kesempatan untuk saling bersilaturahmi, mengunjungi satu sama lain. Sambil bercengkrama menikmati menu-menu khas lebaran.
"Mohon maaf ibu-ibu, usahakan datang on time ya," ujar Riska, seorang warga Indonesia yang kini tinggal di Melbourne, Australia.
Ia sedang mengingatkan rekan-rekannya yang akan datang ke kediaman Riska untuk merayakan lebaran Idul Fitri, yang akan dilaksanakan pada hari Minggu (24/05/2020).
Riska yang sudah beberapa tahun tinggal di Melbourne, menjelaskan bahwa silaturahmi lebaran tahun ini harus disesuaikan dengan aturan pembatasan COVID-19.
"Kebetulan Riska baru tiga tahun di Ashburton (salah satu daerah di Melbourne). Tahun pertama iya, tahun kemarin engga karena gantian sama teman, terus tahun ini memang rencananya Riska mau adakan lebaran di rumah, tapi ternyata ada COVID," ujarnya kepada jurnalis ABC.
Selain meminta untuk datang tepat waktu, Riska juga memastikan agar tamu-tamunya datang di waktu yang berbeda-beda. Masing-masing dialokasikan waktu satu jam untuk sekali bertamu.
"Kalau tiba di rumah, jangan langsung ke pintu rumah saya, tunggu di mobil. Saya akan telpon apabila tamu-tamu sebelumnya sudah pulang," katanya.
Riska juga menyediakan hand sanitiser di depan pintu dan meminta tamu-tamunya untuk menggunakan pembersih tangan ini sebelum masuk ke dalam.
Di dalam rumah pun, aturan untuk menjaga jarak tetap diterapkan sebagaimana dianjurkan oleh pemerintah setempat.
Menurut Riska, ia sudah menyiapkan aneka makanan khas lebaran berupa lontong sayur, rendang, sambal goreng hati, opor ayam, telur balado, gulai telur dan bakso.
Selalu ada sisi positif
Selain silaturahmi, ritual lebaran lainnya adalah melaksanakan salat Idul Fitri di masjid atau di lapangan, yang kali ini sulit dilakukan di Australia karena adanya pembatasan kegiatan keagamaan hingga 10 orang saja.
Cerita lain dari Nila, wanita asal Sulawesi yang menikah dengan warga Australia Peter Lilly (Muaz). Bersama tiga orang anak, ia selalu antusias menunggu lebaran karena sekaligus menjadi momen untuk mudik ke Indonesia.
"Tahun kemarin kami pulang ke Kendari," kata Nila.
Dengan adanya pembatasan COVID-19, keluarga ini mengaku sedih perayaan lebaran kali ini menjadi berbeda dan hanya dilakukan bersama keluarga masing-masing di dalam rumah.
Keluarga Nila dan Muaz saat merayakan lebaran dua tahun lalu (Dok ABC)
"Biasanya kita merayakannya di ruang terbuka dan bertemu sanak saudara dan kolega," kata Nila.
Meski demikian, ia melihat sisi positif pembatasan COVID-19 karena Ramadan dan lebaran kali ini justru memperkuat ikatan antara anggota keluarganya.
"Suami saya mengatakan semenjak menjadi imam salat tarawih setiap malam secara rohaniah merasa lebih baik. Alhamdulillah," ujar Nila.
Nila menambahkan bahwa rumahnya tetap terbuka menerima tamu namun dibatasi hingga lima orang saja.
"Karena hanya boleh maksimal lima orang sekali bertamu, kami hanya mengundang teman satu keluarga untuk datang ke rumah," ujarnya. Ia mengatakan sudah menyiapkan menu khas Coto Makassar dan ketupat untuk tamu-tamunya tersebut (ABCNews-abh).