
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mencabut jam malam yang diberlakukan selama empat hari sejak Jumat malam di 15 provinsi.
Jam malam diberlakukan untuk mengekang penyebaran virus corona yang telah merenggut 4.199 nyawa di negara itu.
Aturan jam malam berlaku di Ankara, Balikesir, Bursa, Eskisehir, Gaziantep, Istanbul, Izmir, Kayseri, Kocaeli, Konya, Manisa, Sakarya, Samsun, Van, dan Zonguldak. Hingga Selasa (19/5), Turki melaporkan adanya 151.615 kasus Covid-19. Sebanyak 112.895 di antaranya sudah dinyatakan pulih.
Pandemi ini telah menewaskan lebih dari 321.500 orang dari 4,87 juta kasus yang dikonfirmasi di seluruh dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Johns Hopkins University di Amerika Serikat, sedikitnya 1,67 juta orang sudah
Ekonomi Turki kembali berada di ujung tanduk dan Presiden Recep Tayyip
Erdogan kehabisan pilihan. Padahal baru-baru ini, Turki mulai pulih dari resesi
pertamanya dalam satu dasawarsa terakhir akibat hadirnya pandemi COVID-19.
Dengan risiko pengangguran massal, jatuhnya
pariwisata, dan mata uang yang tidak stabil, "situasinya sangat
buruk," kata Atilla Yesilada, ekonom di think tank GlobalSource Partners,
dikutip dari AFP.
Erdogan sebelumnya meluncurkan paket stimulus
pada Maret sebelum virus itu menyerang dan menulari lebih dari 150.000
masyarakat Turki. Namun para kritikus mengatakan rencana mengucurkan dana 15
miliar dolar Amerika itu tidak mencukupi. Produk domestik bruto (GDP)
tahunan Turki sendiri berjumlah sekitar 770 miliar dolar.
Meskipun demikian para ekonom memperkirakan resesi kedua ini akan jauh lebih menyakitkan. Beberapa mengatakan Erdogan harus mencari bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF), opsi yang selalu ditolaknya.
Dengan angka kematian harian yang turun, Erdogan mengumumkan pencabutan pembatasan secara bertahap yang dimulai pada bulan Mei sampai Juni guna memacu kembali negara ekonomi terbesar ke-19 di dunia (Ist-abh).