
Surabaya – Menjelang penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Surabaya, Ketua DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono meminta pada Pemkot Surabaya supaya melakukan sosialisasi dengan cepat, intensif, dan massif.
Politisi PDIP yang akrab dengan panggilan Awi ini mengatakan sosialisasi harus menyeluruh dan menjelaskan apa itu PSBB berdasar Perwali 16 tahun 2020. Kemudian terkait dengan waktu penerapan, kewajiban dan hal masyarakat, hingga bagaimana kebijakan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat?
“Dalam sosialisasi, juga perlu ditekankan 3 kata kunci di masa pendemi Covid-19: tetap di rumah (stay at home), pakai masker, dan jaga jarak (social distancing dan physical distancing). Itu adalah hal praktis yang bisa dilakukan individu-individu dan keluarga,” katanya, Sabtu (25/4/2020)
Yang tak kalah penting adalah masyarakat harus tahu jika dalam penerapan PSBB ini ada sanksi yang bakal ditegakkan jika terjadi pelanggaran. Sanksi mulai dari bentuk teguran lisan, teguran tertulis, hingga tindakan pemerintah untuk menghentikan pelanggaran, sampai pencabutan ijin. “Law enforcement atau penindakan hukum adalah salah satu pembeda, antara situasi sebelum dan setelah diterapkan PSBB,” tandasnya.
Dia juga mengatakan, bahwa banyak istilah dalam PSBB yang mungkin tidak mampu difahami masyarakat umum. Karena itu dia meminta supaya sosialisasi dilakukan dengan menggunakan bahasa yang budah mudah dicerna dan juga menyangkut hal-hal dasar. Dengan demikian, ornag awam pun bisa mencerna dengan.
Terkait dengan hal itu, maka sosialisasi bisa menggunakan bahasa yang mudah dan sudah dikenal masyarakat, misal bahasa Indonesia, bahasa Suroboyo, dan Madura.
Cara lain dalam sosialisasi juga harus dilakukan dengan cara kreatif, diantaranya dengan menggunakan menyebar potongan-potongan poster dan video, yang dishare melalui berbagai saluran media sosial dan grup-grup WA (WhatsApp), atau dirilis melalui media cetak dan elektronik.
“Sosialisasi saya sebut berlangsung massif, karena melibatkan seluruh jaringan pemerintahan, jaringan sosial dan jaringan ekonomi, hingga ke level RT / RW, hingga komunitas-komunitas hingga pribadi-pribadi warga di setiap rumah,” katanya.
Sosialisasi juga perlu dilakukan sebelum penerapan PSBB maupun selama penerapan PSBB. Juga perlu diterangkan pada publik tentang fasilitas komunikasi yang tersedia dan fasilitas kesehatan, yang mudah dijangkau masyarakat selama diberlakukan PSBB. Ini penting. Karena untuk mengantisipasi jika selama pemberlakuan PSBB terdapat kasus-kasus atau persoalan di masyarakat.
“Prinsipnya, sosialisasi adalah pemenuhan hak informasi, sesuatu yang sangat mendasar bagi masyarakat. Masyarakat berhak tahu dan tersadar, kebijakan apa yang sedang ditempuh Pemerintah Kota Surabaya dengan tujuan menghentikan penyebaran virus Corona (Covid-19),” tandasnya.
Awi juga mengaskan bahwa harus disadari Peraturan Wali Kota Surabaya (Perwali) Nomor 16 tahun 2020 tentang PSBB bukanlah produk hukum yang biasa. Karena dibuat dalam waktu cepat, dan harus lekas-lekas diterapkan. Mengingat aspek kedaruratan yang sangat menonjol. Meski telah diundangkan Pemkot, tidak otomatis seluruh masyarakat luas tahu, mengerti dan memahami produk hukum itu.
“Keberhasilan PSBB ini selain karena kerja keras pemerintah, segenap tenaga medis dan aparatur keamanan, juga keberhasilan PSBB harus ditopang partisipasi publik, dalam bentuk ketaatan warga masyarakat. Tanpa partisipasi publik, tanpa ketaatan warga masyarakat, mustahil PSBB berhasil menghentikan pendemi Covid-19,” pungasnya. (ard/ist)