
Surabaya – Proses belajar di rumah dalam suasana pandemic virus corona (Covid-19) belum berjalan efektif, khususnya bagi daerah yang tidak terjangkau dengan jaringan internet. Maka, sesuai dengan saran Komisi X DPR RI, Senin ini Mendikbud meluncurkan program pembelajaran SD, SMP dan SMA melalui televisi. Namun demikian, permasalahan tetap pada daerah yang belum terjangkau siaran televisi.
Anggota Komisi X DPR RI, Prof Zainuddin Maliki mengatakan bahwa belajar melalui televisi memang belum sepenuhnya bisa dijadikan solusi. Salah satu hambatannya televise masih lebih banyak bersifat satu arah.
“Belajar daring di daerah yang kaya jaringan internet saja belum bisa menjamin pembelajaran berlangsung efektif. Bisa dibayangkan seperti apa efektifitas pembelajaran melalui televisi. Sementara itu faktanya masih banyak siswa yang tinggal di daerah tak terjangkau jaringan internet,” ungkap Prof. Zainuddin Maliki, anggota DPR RI Fraksi PAN.
Melihat kendala ini, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini berharap Mendikbud tetap memperhatikan siswa yang tidak bisa mengakses televisi dan apalagi internet. Terlebih lagi jumlah mereka juga masih banyak. Dia mengambil contoh Banten, meski provinsi tersebut berdekatan dengan ibukota, namun sampai saat ini belum memiliki stasiun televisi.
Untuk itu dia menandaskan supaya Mendikbud harus mencari cara lagi untuk melayani pembelajaran siswa yang televisi pun tidak bisa diakses. Menurut penulis buku Sosiologi Pendidikan ini salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menyusun semacam gugus tugas. Mereka inilah yang diminta hadir di masyarakat yang tak bisa terakses televisi dan apalagi internet.
Dia menandaskan, nantinya Gugus tugas terdiri dari para guru penggerak yang dibekali alat pelindung diri (APD) lengkap. Mereka diminta datang ke daerah tertentu, dengan jadwal yang telah ditentukan. Mereka sampaikan dari rumah ke rumah siswa bahan pembelajaran yang telah dirancang. Sebaiknya bukan content based, melainkan lebih tepat bentuknya belajar berbasis problem atau project yang bisa dilaksanakan siswa selama minggu itu.
Ujung tombak dari Gugus tugas ini adalah guru penggerak tersebut. Merekalah yang nantinya meminta tagihan hasil belajar sekaligus memberikan bahan pembelajaran pada hari-hari berikutnya. Dalam menjalankan tugasnya, tentu mereka harus tetap menggunakan protokol kesehatan yang ketat, antara lain guru harus mengenakan APD yang lengkap, termasuk pelindung badan.
“Tidak urgen saat seperti ini mengejar ketuntasan kurikulum. Fokuskan saja pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan afektif siswa seperti pembentukan sikap disiplin, mandiri, tanggung jawab, pola hidup bersih, peduli sesama, atau sadar lingkungan. Tentu sangat relevan diajak belajar memecahkan masalah, khususnya melawan wabah Covid-19 yang tengah menimpa bangsa Indonesia dan umat manusia sedunia ini,” tandasnya.
Di satu sisi mantan Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur ini mengapresiasi kerja keras Mendikbud dalam upaya menjamin semua siswa didik, termasuk yang berada di daerah tanpa jaringan internet, untuk bisa belajar. Sebab, bagaimanapun mencerdaskan kehidupan seluruh anak bangsa adalah kewajiban negara. (ufi/ist)